Soal Jualan Barang Impor di Social Commerce, Pengamat: Yang Salah Regulasinya

0
TikTok Shop
TikTok Shop For Your Fashion.

Gadgetdiva.id — Pemerintah tengah menggodok aturan baru untuk memisahkan media sosial agar tidak dipakai untuk berjualan. Tren sosial commerce disinyalir akan membahayakan keberlangsungan UMKM lokal, termasuk maraknya barang impor yang masuk sehingga harus dibatasi.

Menanggapi hal ini, pengamat ekonomi digital Tesar Sandikapura mengatakan jika pemerintah sepertinya melihat dari permukaan saja. Kementerian Koperasi dan UKM menganggap dengan banyaknya produk jualan di marketplace dan social commerce, UMKM seolah terancam dengan banyaknya produk impor. Padahal, hal itu justru menunjukkan lemahnya regulasi pemerintah.

“Kalau itu (banjir produk impor di toko online) kesalahannya bukan di platform menurut saya, tapi regulasi dari pembatasan impor, barang apa saja yang boleh masuk ke Indonesia. Misalnya kita mau beli mainan anak. Ada nggak produk lokal yang mau produksi mainan anak? Bisa dibilang sedikit atau hampir nggak ada, terutama yang modern pakai listrik remote itu pasti impor semua,” ujar Tesar beberapa waktu lalu.

social commerce

Sedangkan, rencana pemerintah untuk membatasi barang impor harga di atas Rp1 juta. Padahal hampir semua mainan anak dengan teknologi memiliki harga di atar Rp1 juta. Lalu, kata dia, apakah kita harus mencari ke pasar Gembrong hanya untuk mendapatkan mainan yang diinginkan, sedangkan tidak semua orang tinggal dekat pasar tersebut.

“Ini kita seakan-akan melawan fenomena yang sudah pasti ke arah sana. Jangan sampai regulasi dibuat malah menyusahkan kita, menyusahkan pengusaha, menyusahkan konsumen. Jadi ketika buat regulasi ini pasti ada efeknya. Ketika nggak ada regulasi, efeknya juga apa? Ini yang harus dipikirkan, didiskusikan bersama,” tuturnya.

Social Commerce yang Ditakuti Pemerintah

Wacana regulasi ini juga didasari oleh maraknya social commerce yang kerap dijadikan platform jualan oleh para pebisnis, khususnya UMKM. Makanya kemudian pemerintah ingin sekali memisahkan fungsi media sosial dari ecommerce. Dengan kata lain, tak ada yang boleh berjualan di media sosial.

Berdasarkan hal ini, menurut praktisi pemasaran dan behavioral science – Ignatius Untung, pemerintah seharusnya bisa membuat aturan atau anjuran yang mendukung persaingan bisnis sehat di media sosial. Bukannya malah menambah membuat aturan baru untuk membuat sesuatu yang sudah berjalan terlihat seolah melanggar aturan.

“Alangkah baiknya pemerintah memperbaiki celah-celah yang lebih menguntungkan konsumen, ketimbang fokus membuat aturan yang membuat bisnis jadi lebih sulit berkembang, padahal tidak ada benefit tambahan yang didapat konsumen dan UMKM dari perubahan/aturan baru ini,” ujar Untung.

Lagipula, kata dia, social commerce terjadi bukan hanya di satu aplikasi tapi di banyak platform lain. Yang bisa dilakukan pemerintah seharusnya memberikan anjuran, bukan paksaan, kepada yang berkepentingan, termasuk mengajak pemilik platform untuk memberikan dukungan kepada pengguna lain, terutama UMKM.

Dalam kesempatan yang sama, Andre Oktavianus, pemilik UMKM jual beli baju anak Kiminori Kids mengatakan jika sejatinya, yang terdampak besar secara positif dari social commerce ini tak hanya UMKM, melainkan para reseller dan affiliate yang turut memasarkan produk UMKM.

“Affiliator ini seperti reseller, dan ini hanya ada di TikTok Shop. Rata-rata UMKM memiliki ratusan reseller atau affiliate. Mereka kebanyakan adalah single parent, tulang punggung keluarga. Modalnya juga tidak sulit, bahkan telepon genggam saja sudah cukup. Mekanisme ini membantu untuk membuka peluang seluas-luasnya bagi siapapun yang sedang membutuhkan, apalagi di masa pasca pandemi ini banyak orang yang masih membutuhkan penghasilan,” tutur Andre.

Sejak bergabung dengan TikTok Shop di September 2022, Andre merasakan banyak manfaat. Selain pertumbuhan bisnis yang terus meningkat, Andre juga dapat bertemu dengan banyak orang dan membangun jaringan yang luas. Melalui TikTok Shop, sekarang pembeli produk-produknya sudah tersebar di seluruh Indonesia. “Ini karena pengguna TikTok tersebar dari Sabang sampai Merauke,” ujarnya.

Terkait dengan rencana pemisahan social commerce dari media sosial seperti yang sedang direncanakan pemerintah, Andre berpendapat bahwa hal itu akan mematikan bukan hanya seller, yang sebagian besar adalah UMKM, namun juga affiliator yang kebanyakan ibu rumah tangga dan tulang punggung keluarga.

“Kebanyakan affiliator kami adalah ibu rumah tangga. Saya beberapa kali menjumpai seorang affiliator yang live waktu subuh, dan saat saya tanya beliau menjelaskan pada saya kalau ia memanfaatkan waktu kosong sebelum mempersiapkan sarapan dan membangunkan anaknya untuk sekolah. Terus terang, beberapa di antara mereka saat ini turut khawatir mendengar rencana pemerintah untuk memisahkan social commerce dari media sosial karena ini bisa berarti mata pencaharian mereka akan hilang,” tutup Andre.

Cek berita teknologi, review gadget dan video Gadgetdiva.id di Google News


Cek berita teknologi, review gadget dan video Gadgetdiva.id di Google News. Baca berita otomotif untuk perempuan di Otodiva.id, kalau butuh in-depth review gadget terkini kunjungi Gizmologi.id. Bagi yang suka jalan-jalan, wajib baca Traveldiva.id.

Tinggalkan Balasan