Benarkah virus corona bisa menular melalui mata kita?
- by Nadhira Aliya Nisriyna
- Jumat, 1 Mei 2020 - 17:59 WIB
Benarkah virus corona bisa menular melalui mata? Sebelumnya, virus SARS-COV-2 dibalik wabah COVID-19 dinyatakan dapat menular lewat droplet atau tetesan pernapasan seperti, batuk, bersin dan kontak. Para ilmuwan terus mengeksplorasi kemungkinan lain yang dapat memungkinkan penularan COVID-19, termasuk melalui mata.
Penelitian ini ditulis oleh Forbes. Sebelumnya, peneliti tersebut pernah menulis penelitan yang tidak menemukan jejak virus corona pada 64 sampel air mata dari 17 pasien COVID-19 di Singapura. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan virus corona bisa menular melalui mata kita sangat rendah. Penemuan tersebut dilakukan pada akhir bulan Maret.
Setelah itu, banyak sekali laporan dan studi kasus baru yang muncul dan melaporkan berbagai gejala terkait mata pada pasien yang tertular virus corona, namun dengan banyak pertimbangan. Menanggapi penelitian ini, Thomas Steinemann selaku dokter spesialis mata dan juru bicara American Academy of Ophtalmology, menyatakan bahwa studi ini terlalu dini. Menurutnya, banyak yang perlu dieksplorasi dari virus corona dalam mata manusia.
“Tentu saja kami menyambut studi terbaru, namun tidak banyak informasi yang dapat ditemukan dari penelitian ini dan jumlah orang yang terdaftar dalam penelitian ini cukup rendah. Kami berbicara tentang virus yang telah menginfeksi jutaan orang dan kami berbicara tentang penelitian yang memiliki selusin orang (dan) satu atau dua dalam laporan kasus di sana,” tambahnya.
Sampel menjadi salah satu tolak ukur untuk validitas penelitian. Meskipun memiliki ukuran sampel yang kecil dalam banyak penelitian yang diterbitkan mengenai gejala okular pada pasien COVID-19 seperti satu contoh yang dibahas oleh Bruce Y. Lee di Forbes. Satu studi JAMA Ophthamology menemukan bahwa 31,6 persen dari 38 pasien COVID-19 di Rumah Sakit Pusat Masyarakat Yichang di Cina, memiliki gejala yang berkaitakn dengan mata.
Pada pertengahan April, sebuah laporan kasus dalam Annals of Internal Medicine menjelaskan kasus COVID-19 pertama yang dikonfirmasi di Italia. Kasus tersebut terjadi pada seorang wanita berusia 65 tahun yang sedang melakukan perjalanan dari Wuhan, lalu enam hari kemudian ia dirawat di rumah sakit dengan batuk, sakit tenggorokan dan kojungtivitis (mata memerah). Tiga hari setelah dirawat, wanita itu terus mengalami konjungtivis.
Setelah hari ke-21, air mata wanita itu terus diuji positif untuk viurs corona dengan penurunan jumlah virus yang terdektsi setiap hari. Konjungtivitis wanita tersebut membaik pada hari ke-15 dan diselesaikan pada hari ke-20. Meskipun terdeteksi lagi pada hari ke 27 menunjukkan bahwa virus terus bereplikasi di jaringan konjungtiva. Namun, kasus ini hanya terjadi pada satu orang.
Terakhir, sebuah studi baru di Acta Ophthamologica pada 26 April allau, menyelidiki gejala okular pada 56 pasien dengan COVID-19 yang direkrut pada 19 Januari dan 29 Februari dari bangsal isolasi Rumah Sakit Universitas Zheijiang di Cina. Studi ini menemukan bahwa 27 persen pasien (12/56) memiliki gejala mata, termasuk sakit mata, gatal, sobet, kemerahan dan sekresi mata. Dari 15 orang ini, enam dilaporkan memiliki gejala okular sebelum menunjukkan demam atau gejala pernapasan.
“Semua informasi bermanfaat dan semuanya disambut baik. Hal ini membantu kita sebagai dokter-ilmuwan untuk membuat rekomendasi, namun memahami bahwa kita tidak berurusan dengan informasi yang cukup,” tegas Steinemann.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dari penelitian ini adalah pengujian. “Masalah yang utama adalah menafsirkan hal negatif–memahami bahwa kamu sama baiknya dengan pengujian tersebut. Untuk beberapa tes ini, potensi positif palsu ada di sana, artinya meskipun hasil penyekaan air mata itu negatif, namun hal itu tidak dapat menjamin bahwa kamu tidak memiliki COVID-19,” kata Steinemann. “Hal tersebut dapat diartikan bahwa kami tidak dapat memulihkan sampel yang cukup atau memulihkannya apad waktu yang tepat dalam penyakit, atau memulihkannya dengan cara yang benar.”
Steinemann juga menyatakan bahwa studi yang berbeda menggunakan berbagai bentuk pengujian, termasuk swab, Schirmer’s Test atau tabung kapiler. Seperti yang dapat kamu bayangkan, sulit untuk mengumpulkan air mata dalam jumlah besar. Jadi, kesimpulan dari penelitian ini adalah belum ada bukti yang kuat terkait penularan virus corona lewat mata.
Baca juga, cara cuci baju saat pandemi COVID-19
Artikel Terkait
Selama Ramadhan, aplikasi Facebook sajikan konten menarik
Setiap tahunnya, interaksi dan aktivitas selama Ramadhan semakin banyak terjadi di ranah online. ..
- by Jihan Nasir
- 4 tahun lalu
- 3,250
Ini, aplikasi sharing yang bantu menghemat biaya rumah tangga
Paradiva tau gak, sih kalau sekarang ada aplikasi yang membantu mengelolah keuangan kita? Nah, pa..
- by Jihan Nasir
- 4 tahun lalu
- 3,250
Aplikasi Sisternet resmi diliris, dukung pemberdayaan perempuan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia, Bintang Puspayoga..
- by Jihan Nasir
- 4 tahun lalu
- 3,250
Tips cuci masker kain yang benar saat pandemi COVID-19
Saat ini, banyak dari kita yang menggunakan masker kain sebagai pelindung saat keluar rumah. Jika..
- by Nadhira Aliya Nisriyna
- 4 tahun lalu
- 3,250