Sempat membuat kesal, ini dia cerita di balik Font Comic Sans

0
Font Comic Sans
Source: Pinterest.

Font Comic Sans ternyata dahulu sempat membuat beberapa kelompok merasa kesal. Tahun 2002 lalu, ada sebuah gerakan Ban Comic Sans yang dipimpin oleh dua typhographer. Simak ya ceritanya!

Sebelumnya, coba kita bahas terlebih dahulu sejarah di balik font Comic Sans ini. Jadi, Comic Sans pertama kali ditemukan oleh Vincent Connare pada tahun 1994. Awal menemukan ini, ia tidak pernah bermaksud menyinggup siapapun.

Font Comic Sans
Source: Pinterest.

Connare hanya merancangnya untuk beberapa komputer pertama rumahan miliki Micorosft. Font ini dimaksudkan untuk gelembung ucapan kartun animasi anjing yang akan membantu seseorang untuk menavigasi interface Microsoft Windows untuk pertama kalinya.

“Aku berkata, ‘Animasi anjing ini tidak berbicara dalam Times New Roman,” kenang Connare. Dalam kata lain, menurutnya, font Times New Roman tidak cocok untuk animasi anjing.

Oleh karena itu, ia akhirnya mengembangkan suatu alternatif; sebuah font yang menyenangkan, ramah dan terinspirasi dari komik. Font Comic Sans ini dirancang agar terlihat seperti tulisan tangan dan ditargetlan untuk pengguna yang lebih muda.

“Ide awalku sebenarnya itu, supaya bisa digunakan untuk anak-anak. Font ini memang tidak dibuat supaya semua orang menyukainya,” kata Connare yang dilansir dari Live Science.

Tak disangka, Comic Sans pun mulai menyebar. Font ini sering digunakan pada dokumen formal, di papan nama, di iklan-iklan, bahkan baliho. Namun, kemudian muncul dua typhographer yang memulai gerakan Ban Comic Sans pada tahun 2002.

Gerakan tersebut mendapatkan daya tarik di seluruh dunia. Saat itu, desainer lain juga mulai menyuarakan cemoohan mereka untuk font ‘konyol’ tersebut. Connare bahkan diminta untuk memberi pidato di Desaign Museum, salah satu museum bergengsi di London.

Beberapa orang mengeluh bahwa dirinya tidak boleh hadir di sana. “Kurasa, aku punya pengawal!” kenang Connare sambil bercanda.

Hari ini, Connare merasa terhibur karena semua orang bisa menerima fontnya yang sederhana dan bersahabat sejak pertama kali ditemukannya hampir tiga dekade lalu. Namun, apa sebebanrnya yang membuat orang-orang sangat membenci font Comic Sans dahulu?

Beberapa font membawa banyak isyarat bernuansa dan secara mengejutkan kita bisa memahaminya. Dalam serangkaian penelitian yang diterbitkan pada awal 2000-an, akademisi di Wichita State Univeristy di Kansas, mengungkap bahwa orang-orang menganggap tipografi memiliki kepribadian yang berbeda. Mereka dapat menelusurinya hingga ke ciri-ciri yang tepat.

“Hasil dari penelitian mengungkap bahwa persepsi orang tentang tipografi berasa pada tiga faktor utama, yaitu kekekasaran dan maskulinitas, keindahan yang dirasakan dan kegembiraan,” jelas Barbara Chaparro, pemimpin dari penelitian tersebut.

Penelitian selanjutnya mengungkap bahwa ketika seseorang diminta untuk menilai kesesuaian jenis huruf ini untuk dokumen formal seperti resume, mereka biasanya memilih jenis huruf yang dinilai dengan jelas “terbaca” dan lebih “indah”, daripada yang lebih “menarik” dan “keras”. Chaparro menunjukkan bahwa manusia pandai menentukan kapan jenis huruf seusai dengan suatu konteks.

Kualitas ini ditunjukkan oleh beberapa ciri desain yang halus. Misalnya, font Serif memiliki extender kecil di ujung huruf. Dimana memberi kualitas yang lebih halus dan elegan untuk mata kita. Akibatnya, dokumen yang lebih profesional cenderung menggunakan font tersebut, menurut Chaparro.

Font San Serif di sisi lain, tidak memilki extender yang elegan. Font ini cenderung terlihat lebih kasual. Kalau ditanya mengapa kita membaca isyarat halus ini seperti yang kita lakukan, Chaparro menyatakan font ini sulit untuk diketahui secara pasti.

“Namun, sedari masa mesin ketik, ada sejarah font Serif yang digunakan untuk dokumen bisnis,” jelasnya. Mungkin, seiring waktu kita telah menghubungkan isyarat visual ini dengan tulisan formal.

Satu hal yang jelas dan mesti kita ketahui, menurut Choparro bahwa Comic Sans adalah jenis huruf Serif yang dirancang untuk informa, kasual dan digunakan untuk jenis materi seperti komik. “Saya pokir font ini tidak pernah dimaksudkan untuk digunakan dalam dokumen serius,” tambahnya.

Nampaknya, di sinilah letak masalahnya bagi kebanyakan orang yang membenci font tersebut. Setelah penemuan Comic Sans, orang-orang mulia menggunakannya dalam konteks yang tidak seharusnya. Maksudnya, seperti dalam dokumen formal. Sehingga, memberikan kualitas yang terputus-putus bagi ebberapa orang.

“Orang-orang, terutama typhographer, merasa kesal ketika font ini digunakan secara tidak benar. Misalnya, jika seseorang mengirim email atau menulis dokumen penting,” kata Chaparro. “Sehingga hal tersebut kesan ketidak cocokan karena jenis hurufnya informal, kekanak-kekanakan, ‘lucu’ untuk topik yang seharusnya serius.”

Sementara itu, Connare sendiri memilki teori tentang mengapa hal ini bisa terjadi. Pada tahun 1990-an, ketika komputer rumah mulai menjadi hal yang biasa, mereka memberi rasa kepada setiap orang yang belum pernah mereka miliki sebelumnya. Tiba-tiba saja, siapapun yang memilki akses ke komputer dapat memilih dari barbagai font yang tersedia untuk digunakan dalam dokumen mereka.

“Fenomena ini merupakan hal pertama bagi mereka. Untuk pertama kalinya, mereka memilki pilihan, jadi mereka memilih hal-hal gila karena mereka bisa melakukan apa saja,” kata Connare.

Pada dasarnya, hal ini bermuara pada kenaifan dan kebaruan, jelas Connare. “Orang-orang tidak memilki banyak pengalaman, jadi mereka hanya memilih apa yang berbeda.”

Dengan gayanya yang tidak biasa dan menyenangkan dalam meniru tulisan tangan, Comic Sans memiliki daya tarik, sehingga memicu penyebarannya dengan cepat.

Baca juga, mengenal penemu obat Remdesivir 


Cek berita teknologi, review gadget dan video Gadgetdiva.id di Google News. Baca berita otomotif untuk perempuan di Otodiva.id, kalau butuh in-depth review gadget terkini kunjungi Gizmologi.id. Bagi yang suka jalan-jalan, wajib baca Traveldiva.id.

Tinggalkan Balasan