Risiko Automasi dan AI Lebih Tinggi Ancam Wanita
- by Siti Sarifah Aliah
- Selasa, 3 September 2024 - 14:33 WIB
GadgetDiva – Automasi pekerjaan dan perkembangan kecerdasan buatan (AI) semakin mengancam posisi wanita di pasar kerja. Penelitian oleh Code First Girls dan Tech Talent Charter mengungkapkan bahwa wanita 40% lebih mungkin terdampak oleh automasi dibandingkan pria. Laporan berjudul Building Tomorrow’s Workforce: Inclusive Skills Development in the Age of AI menunjukkan bahwa dengan sekitar 43% tugas kerja akan otomatisasi dalam tiga tahun ke depan, wanita akan lebih rentan tergantikan oleh teknologi ini.
Salah satu faktor utama yang menempatkan wanita dalam risiko lebih besar adalah dominasi pria dalam profesi pengembangan perangkat lunak. Mayoritas pengembang perangkat lunak adalah pria, yang berarti AI yang dikembangkan mungkin terpengaruh oleh bias gender yang ada. Jika tidak segera diatasi, bias ini dapat semakin memperburuk kesenjangan gender di tempat kerja.
Pentingnya Pelatihan Berkelanjutan
Menurut laporan tersebut, solusi untuk mengurangi dampak automasi pada wanita adalah melalui pelatihan berkelanjutan. Sebanyak 70% anggota Code First Girls menyatakan bahwa program "upskilling" dan "reskilling" adalah cara terbaik untuk mempertahankan bakat dan mendukung wanita dalam tim teknologi.
Anna Brailsford, CEO dan salah satu pendiri Code First Girls, menegaskan, "Pengembangan AI, meski menjanjikan, tidak kebal terhadap bias manusia. Dengan 90% insinyur perangkat lunak adalah pria, ada risiko bahwa adopsi AI dapat memperkuat bias sosial. Reskilling yang inklusif dapat melepaskan potensi penuh dari kecerdasan dan kreativitas manusia, tanpa terhalang oleh bias status quo." Dilansir dari Computer Weekly.
Pandemi COVID-19 memberikan contoh nyata bagaimana bias sosial lebih berdampak pada wanita dibandingkan pria. Selama pandemi, wanita lebih mungkin diberhentikan sementara dan mengambil tanggung jawab sebagai pengasuh saat orang-orang dipaksa tinggal di rumah.
Saat ini, banyak wanita berada di peran pendukung atau melakukan aktivitas "non-promotable" seperti pekerjaan administrasi rutin, menulis dokumen, meningkatkan proses tim, dan menetapkan standar kode, yang semuanya adalah tugas yang kemungkinan besar akan digantikan oleh AI. Lebih dari 40% anggota Code First Girls khawatir pekerjaan mereka dapat digantikan oleh AI di masa depan.
Bias dalam Pengembangan AI
Laporan tersebut juga menyoroti bagaimana bias manusia dapat diperkenalkan selama adopsi AI. Misalnya, pengembangan algoritma dan dataset yang digunakan untuk melatih algoritma tersebut dapat dipengaruhi oleh bias dari mereka yang menciptakannya, yang 90% di antaranya adalah pria.
Namun, hanya sekitar seperempat bisnis yang mengintegrasikan pembangunan keterampilan dalam strategi perusahaan mereka, meskipun 68% karyawan menunjukkan keinginan untuk mengembangkan keterampilan mereka demi keamanan pekerjaan mereka.
Wanita lebih mungkin daripada pria untuk mempelajari keterampilan terkait pekerjaan sambil bekerja, dan Tech Talent Charter mencatat bahwa pekerja semakin memperoleh keterampilan dengan cara "non-tradisional," seperti belajar sendiri atau belajar di luar jam kerja.
Kesenjangan keragaman dalam industri teknologi Inggris tetap ada, dengan banyak yang mengklaim bahwa keragaman yang lebih besar di sektor teknologi juga dapat membantu mempersempit kesenjangan keterampilan.
Peran Pelatihan dalam Mengatasi Automasi
Code First Girls dan Tech Talent Charter merekomendasikan pelatihan berkelanjutan untuk mencegah orang, terutama wanita, dari kehilangan pekerjaan akibat AI dan automasi. Mereka menyoroti tiga area pelatihan yang diberi label “upskilling” (memperbarui keterampilan teknis), “reskilling” (mempelajari keahlian baru untuk bertransisi dalam organisasi), dan “external reskilling” (mempelajari keahlian teknis untuk beralih karier).
Ketiga jenis pelatihan ini, menurut laporan tersebut, dapat mencegah orang dari kehilangan pekerjaan dengan memberi mereka keterampilan baru untuk tetap dalam peran mereka saat ini atau keterampilan baru untuk bertransisi ke peran yang berbeda.
Misalnya, reskilling dan upskilling dapat membantu dengan retensi karyawan, karena lebih dari 80% anggota Code First Girls yang telah pindah pekerjaan mengatakan bahwa mereka mungkin akan tetap di peran sebelumnya jika mereka diberi kesempatan untuk upskilling. Dengan wanita yang tinggal lebih lama di peran sambil mempelajari keterampilan terkini, mereka lebih mungkin untuk maju ke peran yang lebih senior.
Pelatihan keterampilan dan pengembangan peran akan terlihat berbeda untuk setiap individu. Menyitir penelitian dari McKinsey yang menyatakan bahwa 375 juta orang akan harus berganti karier pada tahun 2030, Code First Girls menekankan bahwa pembelajaran berkelanjutan akan menjadi satu-satunya cara untuk menjaga karyawan tetap berada di puncak keterampilan yang diperlukan seiring teknologi berubah dan berkembang.
Seperempat wanita di komunitas Code First Girls bersemangat untuk belajar hal-hal baru, dan dengan 40% anggota yang ingin berganti karier, menawarkan peluang upskilling dan reskilling dapat membuka bakat baru sekaligus menutup kesenjangan keragaman di bidang teknologi.
Karen Blake, co-CEO Tech Talent Charter, mengatakan, "Dalam lanskap teknologi yang terus berubah, sangat penting untuk menciptakan program keterampilan inklusif untuk masa depan. Ini melampaui sekadar rencana strategis—ini mencerminkan komitmen kita terhadap keadilan dan kemajuan. Dengan merangkul keragaman, kita dapat membuka potensi penuh dari teknologi yang sedang berkembang dan menciptakan masa depan di mana semua orang, terlepas dari latar belakang mereka, dapat berkembang dan memberikan kontribusi yang berarti.
"Kita perlu bersikap sengaja dalam pendekatan kita terhadap upskilling dan reskilling, dan menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran seumur hidup, menghargai berbagai keterampilan, dan mendorong perbedaan individu. Ketika kita mengembangkan program keterampilan yang inklusif, kita tidak hanya menutup kesenjangan, tetapi juga membuka jalan untuk kemajuan dan kemakmuran," tutupnya.
Cek berita teknologi, review gadget dan video Gadgetdiva.id di Google News. Baca berita otomotif untuk perempuan di Otodiva.id, kalau butuh in-depth review gadget terkini kunjungi Gizmologi.id. Bagi yang suka jalan-jalan, wajib baca Traveldiva.id.
Siti Sarifah Aliah
ReporterJurnalis teknologi dan gadget sejak 2005. Mulai dari Majalah Digicom, pernah di Tabloid Ponselku, pendiri techno.okezone.com, 5 tahun di Viva.co.id, 2 tahun di Uzone.id. Pernah bikin majalah digital Klik Magazine, sempat di perusahaan VAS Celltick Technologies. Sekarang jadi founder Gadgetdiva.id, bantuin Indotelko.com dan Gizmologi.id. Supermom dengan 2 orang superkids. update
Artikel Terkait
Dukung Transformasi Digital, TOKAICOM Ekspansi ke Indonesia
TOKAICOM Mitra Indonesia (TMI) resmi memulai bisnis di Indonesia dengan menyediakan solusi berbasis ..
- by Nadhira Aliya Nisriyna
- 2 bulan lalu
- 3,250
AlloFresh Hadirkan Dinding Belanja di Stasiun MRT Bundaran HI
Belanja lebih mudah cukup dengan memindai barcode di Dinding Belanja AlloFresh di Stasiun MRT Bundar..
- by Jundi Amrullah
- 2 bulan lalu
- 3,250
OSIM Perkenalkan Kursi Pijat Pintar dengan Dukungan AI, Bisa Bantu Kelola Stres
OSIM Indonesia meluncurkan uLove 3, kursi pijat dengan teknologi AI yang dirancang untuk membantu pe..
- by Herning Banirestu
- 2 bulan lalu
- 3,250
Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Favorit Ji Chang Wook di Indonesia
Memiliki hobi travelling, Ji Chang Wook memilih Labuan Bajo menjadi salah satu tempat wisata favorit..
- by Nadhira Aliya Nisriyna
- 2 bulan lalu
- 3,250