GadgetDIVA - “Squid Game” serial Netflix yang dirilis pada 2021, dunia terpukau dengan cerita distopia tentang orang-orang putus asa yang bersaing dalam permainan mematikan demi uang. Namun, tak banyak yang tahu bahwa kisah ini memiliki akar dari peristiwa nyata: pemogokan Ssangyong Motors tahun 2009, yang menyisakan luka mendalam bagi para pekerjanya.
Sebuah Pabrik yang Berubah Menjadi Medan Perang
Pada Mei 2009, Ssangyong Motors—sebuah raksasa otomotif Korea Selatan yang mengalami kesulitan finansial—mengumumkan rencana PHK massal bagi 2.600 pekerjanya, sekitar 40% dari total tenaga kerja. Langkah ini memicu perlawanan sengit. Para buruh menduduki pabrik selama 77 hari dalam aksi mogok yang berubah menjadi konflik fisik dengan polisi anti huru-hara.
Para pemogok bersenjatakan ketapel dan pipa baja, sementara pihak berwenang menggunakan peluru karet dan taser. Banyak buruh terluka parah, beberapa bahkan dipenjara. Pemimpin serikat buruh Lee Chang-kun, salah satu figur utama dalam perjuangan ini, mengenang peristiwa itu sebagai “medan perang yang sesungguhnya.”
Baca Juga
Tragedi yang Terus Berlanjut
Namun, penderitaan para pekerja tak berhenti di sana. Konflik hukum yang berlarut-larut dan tekanan mental menyebabkan banyak keluarga buruh mengalami trauma mendalam. Lee, yang dikenal karena aksi protesnya selama 100 hari di atas cerobong asap pabrik, menyebutkan bahwa sekitar 30 orang meninggal akibat bunuh diri atau penyakit terkait stres.
“Banyak dari kami kehilangan nyawa. Penderitaan ini berlangsung terlalu lama,” ujar Lee kepada AFP. Ia menggambarkan bagaimana helikopter polisi menciptakan angin kencang yang merobek jas hujan para buruh, sementara mereka tetap bertahan meski dipukul hingga tak sadarkan diri.
Inspirasi di Balik Film ‘Squid Game’
Hwang Dong-hyuk, sutradara dan penulis “Squid Game,” mengaku bahwa karakter utama Gi-hun terinspirasi oleh para buruh yang kehilangan pekerjaan dalam insiden Ssangyong. “Saya ingin menunjukkan bahwa orang kelas menengah biasa bisa jatuh ke dasar ekonomi dalam semalam,” ujar Hwang.
Baca Juga
Dalam salah satu adegan di musim pertama, Gi-hun menghadapi dilema moral untuk tidak mengkhianati rekan-rekannya. Adegan ini, kata Lee, mencerminkan semangat solidaritas yang mereka rasakan selama pemogokan. Namun, Lee mengungkapkan kekecewaannya bahwa cerita ini belum memicu perubahan nyata bagi para pekerja Korea Selatan.
Gelombang Korea dan Kekerasan Negara
Kesuksesan global “Squid Game” menjadi bagian dari fenomena “Gelombang Korea” yang mencakup film pemenang Oscar seperti Parasite dan popularitas K-pop. Namun, serial ini juga menjadi cermin ketegangan sosial dan ekonomi di Korea Selatan, yang ditandai oleh ketimpangan pendapatan, hubungan industrial yang sulit, serta polarisasi politik.
Menurut Vladimir Tikhonov, profesor studi Korea di Universitas Oslo, kesuksesan budaya Korea sering kali menyoroti kekerasan negara dan kapitalisme. “Kita masih hidup dalam bayang-bayang kekerasan negara, dan tema ini berulang dalam produk budaya yang sangat sukses,” katanya.
Meskipun “Squid Game” menuai pujian global, Lee merasa cerita perjuangan buruh Ssangyong hanya menjadi komoditas hiburan. Ia berharap bahwa narasi seperti ini dapat mendorong percakapan yang menghasilkan perubahan nyata di masyarakat.
“Sayangnya, diskusi tentang ketimpangan ekonomi dan hak pekerja belum diterjemahkan menjadi aksi yang berarti,” ungkap Lee.
Sebagai penutup, kisah pemogokan Ssangyong adalah pengingat bahwa perjuangan buruh masih relevan hingga hari ini. Serial seperti “Squid Game” mungkin menghibur, tetapi juga membawa pesan penting tentang dampak ketimpangan sosial dan ekonomi. “Akankah cerita ini menjadi pelajaran, atau hanya sekadar tontonan?”
Cek berita teknologi, review gadget dan video Gadgetdiva.id di Google News. Baca berita otomotif untuk perempuan di Otodiva.id, kalau butuh in-depth review gadget terkini kunjungi Gizmologi.id. Bagi yang suka jalan-jalan, wajib baca Traveldiva.id.