Foodizz Membersamai UMKM Kuliner Bertumbuh dan Naik Kelas

0


GadgetDiva.id —
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pada tahun 2022 mengungkapkan industri makanan dan minuman (mami) yang tetap tumbuh positif di tengah pandemi COVID-19 ketika industri lain mengalami kondisi sektor lain. Menariknya data Kementerian Perindustrian menyebut hal senada, kontribusi pasca pandemi kinerja industri mami lebih baik dari industri lain, dengan tetap bertumbuh positif pada 2021 sebesar 2,54% (yoy) dibanding tahun sebelumnya 1,58% (yoy).

Bahkan kinerja sub sektor penyedia mami selama 2021 tumbuh lebih baik sebesar 3,52%, padahal tahun sebelumnya minus 1,58%. Kuatnya pertumbuhan di sektor ini didorong oleh makin maraknya UMKM kuliner yang dikemas dengan menarik menyesuaikan dengan gaya hidup yang kekinian. Seperti diketahui, kontribusi UMKM terhadap kekuatan ekonomi nasional sebesar 61%. Untuk itu sangat penting mendorong UMKM kita, utamanya di bidang kuliner agar tetap bertumbuh dan makin kuat.

Namun faktanya, UMKM menghadapi banyak tantangan untuk bisa bertumbuh dan naik kelas. UMKM kuliner paling rentan mati sebelum berkembang. Tidak mudah menjaga konsistensi bisnis di bisnis kuliner. Manajemen yang solid, operasional yang tertib, inovasi berkelanjutan dan komitmen kuat dari pemilik usaha sangat dibutuhkan. Kenyataannya, pelaku UMKM kuliner kebanyakan berkembang otodidak, tanpa bimbingan para pelaku bisnis yang piawai dan berpengalaman di bisnis ini. Tidak heran jika bisnis dijalankan dengan trial and error sendiri dan ini pembelajaran yang mahal bagi UMKM. Bukan saja rugi modal, juga waktu.

Berangkat dari fakta ini, Sarita Sutedja, Rex Marindo dan teman-temannya yang sebelumnya berhasil mengibarkan bendera CRP Group yang membesarkan merek-merek kuliner yaitu Bakso Boedjangan, Warunk UpNormal, Sambal Khas Karmila, UpNormal Coffee Roaster dan Nasi Goreng Rempah Mafia ingin membantu pelaku bisnis kuliter bertumbuh dengan sehat dan kuat. “Saya ingin teman-teman UMKM kuliner terhindar dari kesalahan-kesalahan yang pernah kami lakukan, karena yang kami dapat melewati mestinya bisa dihindari jika sudah paham,” ujarnya.

Menurut Sarita, belajar berbisnis kuliner bukan saja dari kisah sukses, justru dengan mengambil ilmu dari kesalahan dari mereka yang berpengalaman di bisnis ini, akan memberi penguatan pelaku UMKM terhindar dari kesalahan yang sama.

Untuk itulah komunitas pebisnis kuliner yang tergabung di dalam Foodizz Community dibangun pada 2020. Diharapkan, Foodizz bisa mendukung perkembangan dan kemajuan pebisnis kuliner (foodpreneur) di seluruh Indonesia. Kini, Foodizz bukan sekadar komunitas tapi entitas bisnis yang saling menguatkan di bisnis ini, berkembang menjadi akademi, tempat belajar praktis bagi mereka yang ingin fokus berbisnis dan berkarir di bidang kuliner. Dari sini, lahir banyak foodpreneur baru, yang diharapkan terus bertumbuh bisnisnya dan tangguh.

Belajar dari Pengalaman

Sarita sebagai salah satu pendiri CRP dan Foodizz, mengawali karirnya justru dari seorang konsultan bisnis ketika masih di kampusnya di Universitas Katolik Parahiyangan, Bandung, Jawa Barat. Lulusan Fakultas Ekonomi tahun 2005 ini dahulu sangat mengagumi Hermawan Kartajaya, pendiri Markplus, konsultan marketing lokal yang mendunia.

Dia bersama teman-temannya membangun Creationbrand pada tahun 2007. Meski lumayan berjalan baik dengan klien dair berbagai industri, baik dari finance, design interior, dan juga F&B.  “Memasuki usia 30, kami mulai mikir, mau sampai kapan kayak gini sih, karena di bisnis consulting,  semua klien maunya sama orang lama atau owner sedangkan orang ini kan tidak bisa diduplikasi maksimal. Lalu sampai berapa lama bisa sebesar Markplus, terlalu panjang waktunya. Waktu itu target kami mau punya uang senilai X di umur 40, walau akhirnya belum tercapai juga sih, tapi minimal itu kami on the way. Akhirnya kami memutuskan untuk pivot, sekarang bilang pivot, dulu bilangnya betting stir Betting stir ke dunia kuliner,” ungkapnya menceritakan latar belakang dia dan teman-temannya nyemplung di bisnis kuliner.

Blog Cerita Perut lah yang juga makin menguatkan mereka ke bisnis ini. Kumpulan tulisan yang mereka miliki itu menjadi insight menarik, ternyata bisnis ini potensinya besar. Usaha kuliner besutan pertama mereka di tahun 2013 adalah Nasi Goreng Rempah Mafia. Baru kemudian Warunk UpNormal dibangun di tahun yang sama. Dua merek dan konsep berbeda ini menjadi tempat nongkrong hits di Bandung kala itu. “Warunk UpNormal menjadi anomali saat itu di tengah kafe yang cozy, kami hadir konsep kafe, tapi bisa menyantap berbagai olahan Indomie dan nongkrong nyaman,” ujarnya.

Berangkat dari sini, cabang-cabang lain dari dua merek kuliner dikembangkan ke kota lain, kemudian dibangunlah CRP Group. Perkembangan pesat hingga 120 gerai dibangun mereka sebelum kemudian pada tahun 2018 jaringan bisnis F&B ini diakuisisi sebagian besar saham oleh Salim Group. “Sebelum pandemi, kami sudah pivot, keluar dari sana, karena waktu itu untuk membesarkan bisnis ini dibutuhkan grup besar yang mendukung,” ujar Sarita. Kendati demikian, dia dan para pendiri CRP masih memiliki sedikit saham di sana.

“Walau kami masih ada saham, sangat kecil, tidak bisa menjadi penentu keputusan manajemen. Ketika pandemi melanda, banyak gerai tutup, kondisi bisnis juga berat, Rex – salah satu pendiri – menjadi sasaran protes di media sosial. Itu salah. Kami sudah tidak bisnis itu sejak 2019 sebelum pandemi,” imbuh perempuan yang akrab disapa Sasa ini.

Keluar dari CRP, mereka kemudian fokus mengembangkan Foodizz, yang sebenarnya sudah mulai dibidani di 2016. Hanya saja ketika itu mereka belum berperan aktif dalam manajemen. Sarita, Rex dan teman-temanya membangun Foodizz dengan tujuan untuk sharing practice knowlegde ke pelaku UMKM agar mereka bisa dengan lebih tepat menjalankan strategi bisnis, menghindari kesalahan yang sama yang pernah mereka lakukan dan merencanakan langkah scaling up bisnisnya ke depan.

Foodizz Membersamai UMKM dan Pekerja Kuliner

Mulai tahun 2020, Sarita dan teman-temannya mulai fokus mengembangkan Foodizz. Pandemi Covid-19 kala itu makin mendorong mereka untuk makin luas berbagi pada para pelaku bisnis kuliner yang kesulitan akibat pembatasan gerak masyarakat saat itu. Kelas-kelas kuliner dipindah secara daring.

Foodizz diperkuat dari berbagai latar belakang, sebagian besar pernah menjai tim di CRP. Mereka terhubung karena memiliki visi dan misi yang sama yaitu ingin membawa UMKM Indonesia naik kelas dan memiliki daya juang tinggi. “Setiap bulan kami di Foodizz ada riset internal, ini kemudian menjadi salah satu jasa yang kami punya dan kembangkan, lalu program mentoring dan private consulting,” kata Sasa. Setiap kelas mentoring dan konsultasi tentu saja profesional dijalankan. Karena ada biaya yang harus dibayarkan. “Berbayar itu sebenarnya tujuannya untuk nyaring orang yang benar-benar serius belajar, yang kemudian lanjut untuk yang membutuhkan konsultasi,” tambahnya.

Menurut Sarita, consulting itu satu hal yang membuat Foodizz lebih relevan dengan kondisi saat ini. Tambahan lagi, Foodizz dikelilingi oleh orang-orang yang berpengalaman di F&B, sehingga kaya akan studi kasus dari perjalanan bisnis mereka, maupun klien yang ditangani serta update perkembangan teknologi di industri F&B. Semua itu sangat membantu pelaku UMKM bersiap untuk tumbuh.

Sarita menjelaskan, ketika mereka mendirikan Nasi Goreng Rempah Mafia, semua dimulai dari nol. Semua dijalani dengan pengetahuan bisnis F&B yang minim. Menyamakan bisnis ini layaknya bisnis umumnya yang kuncinya di marketing, Jadi tidak heran, kekuatan merek-merek CRP bertumpuh pesat berkat strategi marketing yang mumpuni. Padahal sejatinya bisnis F&B atau kuliner itu operasional, supply chain management (SCM) dan customer relationship management (CRM) memegang peranan penting, terlebih ketika cabang sudah banyak.

Menurutnya banyak salah langkah yang mereka pernah lakukan yang mahal harganya. Dia melanjutkan, pengalaman mereka dalam membangun CRP itu disaring menjadi ilmu, agar painful yang sama tidak dialami para pelaku UMKM kuliner lain. “Painful yang kami alami akibat salah ambil keputusan, kurangnya pengetahuan dalam hal pajak, misal hal sederhana, kamu jual bahan baku nggak? Kalau iya, mereka tahu tidak ada PPN-nya? Sekarang 11% dulu 10%. Mayoritas pelaku bisnis baru tidak tahu. Bisa dibayangkan, dengan mitra yang makin banyak berapa beban biaya SCM untuk pajak saja,” terangnya.

Sarita menegaskan pelaku bisnis harus paham detil usahanya bahkan meski dia belum ada rencana scaling up. Dia mengungkapkan, jangan sampai repot sendiri, saat bisnis membesar, lalu ingin melanjutkan initial public offering (IPO), frainchaise (waralaba), kemitraan,  private equity dan sebagainya. “Mereka harus bersiap apa rencana jangka panjangnya. Rapi dalam pos-pos keuangan sejak awal akan memudahkan mereka ketika ada rencana IPO atau masuknya pendanaan dari luar. Serta jangan lupa memahami ornamen pajak di bisnis ini yang lumayan banyak,” tuturnya.

Penggemar beragam buku ini, melihat semua itu kerap terabaikan oleh para pelaku UMKM kuliner. Salah satu pelajaran bisnis ketika CRP membangun Bakso Boedjangan, dalam pikiran simpel mereka saat itu, kalau membuat basonya sendiri pasti lebih murah dengan cabang mereka yang banyak. “Ternyata salah, saya agak lupa angka tepatnya. Kami memproduksi puluhan ribu butir bakso dari pabrik sendiri, ternyata ongkos produksi dan distribusi lebih besar jatuhnya, dibanding jika kami outsourching,” ungkapnya. Memiliki pabrik bakso sendiri, kala itu menurut Sarita justru menambah kepusingan mereka dalam hal mengelola stok, fasilitas produksi (pabrik), biaya lingkungan dan sosial, ongkos produksi, SDM, dan distribusi.

“Pebisnis kuliner muda sekarang paling pandai marketing, menciptakan produk viral namun banyak fundamental bisnis belum dikuasai,” katanya. Untuk itulah Foodizz ingin membersamai UMKM kuliner agar kesalahan-kesalahan ketika mereka mengembangkan CRP tidak terjadi di bisnis mereka. Pelaku bisnis juga diajarkan tentang product matrix seperti yang dikembangkan BCG matrix (Boston Consulting Group).

Jadi di sini merek mendata dulu apa produknya, bagaimana histori penjualannya, lalu dipetakan mana produk yang marginnya lumayan, bagus ke kurang bagus karna ujungnya ini berpengaruh pada SCM. Setiap tahun tahun pelaku UMKM harus memiliki marketing kalender mengikuti target bisnisnya. “Semua harus based on number, jadi owner bisa nanya pada pengelola bisnis, dengan budget itu, selama tiga hari ini apa yang kamu lakukan, itu bagaimana bisa dicapai, dicek lagi produk yang terjual dengan bahan baku yang keluar,” katanya.

Dalam pengalamannya, kesalahan awal pelaku bisnis, mereka lupa memikirkan what next. Kebanyakan UMKM, mikirnya itu nanti aja, kalau sudah besar atau mau IPO. Mereka seperti takut bermimpi. Bisa jadi, mereka enggan mikir ketinggian. Ternyata bisnisnya bisa loh berkembang dan besar. “Akhirnya kelabakan, baru merapikan laporan keuangan setelah membesar,” ungkapnya menyayangkan.

Lalu di era media sosial, dia mengingatkan, cukup merek usahanya saja yang viral, pemiliknya cukup sibukkan diri dengan strategi ketimbang eksposur personal. Mengapa begitu? Dari pengalaman Sarita, ongkos sosialnya jadi lebih besar, karena orang lebih tertarik pada personal daripada mereknya. Kemudian, orang juga lebih tertarik pada berita negatif. Pembelajaran praktis inilah yang dibagikan ke pelaku bisnis di kelas-kelas yang dihadirkan Foodizz.

Foodizz Services dan Targetnya Tahun Ini

Sarita mengatakan mereka memiliki 500 lebih artikel tentang bisnis F&B, serta 1000 konten di Youtube Foodizz yang dibagikan secara gratis atau tanpa biaya langganan. Bukan hanya itu saja, setiap bulan itu mereka menyebar email berbagai informasi terkait bisnis F&B. “Dengan begitu semua orang jadi bisa belajar yang gratis. Lalu monetasinya, kami menjual kelas berbayar, untuk yang mau mendalami,” katanya.

Potensi di edukasi bisnis F&B ini memang menarik, menurut Sarita, dari 100-200 yang menonton atau membaca kontennya, sekitar 80% mengikuti kelas berbayar Foodizz. Mereka tertarik lebih mendalami melalui kelas khusus, sesuai dengan kebutuhan bisnisnya. Sarita memastikan setiap kelas yang dihadirkan Foodizz memang benar-benar secara mendalam, bukan sekadar kulitnya saja. Makanya Sarita menyebut kelasnya memang tidak murah.

Foodizz juga menghadirkan Sekolah Bisnis Kuliner (SBK), yang programnya komprehensif mulai kurikulunya, full access e-course, yang bisa dinikmati peserta dengan subscribe setahun. Di dalamnya ada ratusan kelas dengan berbagai konten penguatan dari marketing, sales, media sosial, perencanaan bisnis, scalling up, dan sebagainya.

Ada beragam kelas yang ditawarkan, ada kelas pemula yaitu untuk mereka yang baru membangun bisnisnya. Sejak dibangun, Foodizz telah melahirkan 50 lebih batch, dengan tiap angkatan diikuti 15-30 peserta. Dua tahun terakhir, dia menghadirkan kelas level supervisor manager, kelas yang ditujukan untuk pelaku bisnis meningkatkan kapabilitas SDM dan pengelola restonya.

Kelas Foodizz Offline:
1. Membangun Bisnis Kuliner dari Nol (MBK)
2. Kelas Karyawan Offline Manager/Supervisor Restaurant & Cafe
3. Kelas Karyawan Offline Manager & Staff Marketing, Promotion & Sales
4. Kelas Owner & Manager Paham & Kelola Keuangan Bisnis Kuliner
5. Kelas Owner & Manager Paham & Kelola Pajak Bisnis Kuliner
6. Pelatihan & Kesempatan Kerja Waiter/s & Kasir Resto

Kelas Foodizz Online:
a. Sekolah Bisnis Kuliner (SBK)
b. Full Access E-Course (Member Foodizz)
c. Foodizz Online Class (FOC)

i. Foodizz Connect + (gathering alumni Foodizz)
ii. Boothcamp Champion 2024 – Business Plan 2024

Free Class & freebies:
Foodizz Youtube Channel: http://www.youtube.com/c/FoodizzChannel
Artikel Blog: www.foodizz.id/artikel
E-magazine
Hasil Riset / Survei

“Kelas kami mengajarkan para waiters dan frontliner resto, mulai dari cara mengelap meja, meletakan gelas dan piring berisi pesanan pelanggan, merespon dan greeting pelanggan, dan sebagainya,” katanya. Menurutnya, bisa dibilang layanan pengembangan khusus frontlier resto ini belum pernah ada di Indonesia. Kebanyakan pelayan resto belajar sambil bekerja, akibatnya ketika ada yang resign, harus mengulang lagi dari awal untuk mendidik mereka. Tahun ini, Foodizz akan memperluas layanan consulting F&B hingga mendampingi pelaku bisnis mencari investor yang bisa mendorong pengembangan bisnis mereka. “Kami mempertemukan partner yang mau invest dengan pebisnis yang values-nya sama,” ujarnya.

Sayang Sarita menolak menyebutkan merek-merek UMKM kuliner apa saja yang sudah menjadi kliennya mengingat bagian kerahasiaan dari perjanjian kerja sama dengan mereka. Dia hanya menyebut beberapa kafe besar di Bandung dan jaringan resto yang viral menjadi kliennya. “Dua tahun ini Foodizz merupakan official partner GoFood untuk edukasi UMKM F&B mereka,” ungkapnya. GoFood memilih mitra yang memiliki prospek bagus ke depan dengan pertumbuhan bisnis yang bagus untuk bisa mengikuti kelas-kelas Foodizz.

Targetnya ke depan, Foodizz bisa menjadi lembaga pendidikan formal seperti NHI Bandung, tapi ini khusus bisnis F&B. Saat ini Foodizz Academy masih menjadi lembaga pendidikan informal atau selevel kursus saja. Sarita meyakini prospeknya bagus ke depan, mengingat ekosistemnya sudah terbangun dan sudah memiliki gedung sendiri.


Cek berita teknologi, review gadget dan video Gadgetdiva.id di Google News. Baca berita otomotif untuk perempuan di Otodiva.id, kalau butuh in-depth review gadget terkini kunjungi Gizmologi.id. Bagi yang suka jalan-jalan, wajib baca Traveldiva.id.

Tinggalkan Balasan