GadgetDIVA - Perjalanan Leoni Agus Setiawati membangun bisnis dimulai dari bisnis fashion muslim dengan modal hanya Rp 750 ribu. Kini, bisnis Leoni merambah ke bisnis WO (wedding organizer) dan kuliner. Leoni sangat mengagumi sosok pendiri Grup Astra, William Soerjadjaja, terutama filosofinya: “Bisnis harus bertumbuh menyejahterakan karyawan dan masyarakat sekitar”.
Lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB), seperti kebanyakan lulusan baru perguruan tinggi, inginnya Leoni bisa langsung bekerja di perusahaan idamannya. Astra adalah salah satu perusahaan yang dia idam-idamkan. Sayangnya, ketika itu yang sudah menikah dan memiliki anak, menjadi tantangan tersendiri untuk melamar kerja. “Saya menikah saat masih kuliah, sudah punya anak ketika lulus kuliah. Tidak mau berdiam diri, saya lalu coba membangun bisnis sendiri,” ujarnya saat ditemui di Ciomas, Bogor.
Leoni bermimpi besar, bisnisnya harus seperti om William, sapaan akrab pendiri Astra yang dia kagumi itu. Tidak heran jika Leoni mengagumi om William, darinya Astra Group lahir, dengan warisan perusahaan yang memiliki manajemen yang kuat, rapi, terus bertumbuh dengan tetap bisa menyejahterakan karyawan bahkan masyarakat sekitar melalui kegiatan sosial yang berkelanjutan.
Baca Juga
Advertisement
“Pebisnis seperti tanaman rumput, tetap kuat dan bertahan di tengah kondisi sulit,” kata Leoni, saat menceritakan perjalanan bisnisnya. Mendirikan bisnis pada 24 September 2001 di Ciomas, Bogor, dimulai dari bisnis fashion dengan nama Azka Konveksi. Nama ini diambil dari anak pertamanya. Selain mengembangkan merek sendiri, rangkaian produk fashion muslim yang dia hasilkan dipercaya merek lain.
Bukan pebisnis tulen jika tidak merasakan jatuh-bangun. Leoni pun pernah bangkrut hingga meninggalkan beban hutang sampai Rp 3 miliar dengan bunga yang harus dibayarkan Rp 55 juta per bulan di tahun 2004. Saat itu dia menyadari, bisnisnya tidak dibangun dengan sistem yang kuat. Ketika order melimpah, ia tergiur keinginan membesarkan usaha dan aset dengan cepat juga. “Tambahan lagi saya dikhianati 12 karyawan sendiri, lebih dari separuh karyawan saya membangun bisnis di dalam bisnis, menggunakan aset-aset perusahaan,” ungkapnya.
Kepahitan yang dia rasakan membuatnya pasrah, sambil mengevaluasi kesalahannya. Menurutnya ketika itu dia dan suami terlalu ambisius, meminjam tambahan modal dari bank tanpa perhitungan. Rumahnya hampir disita bank. Beruntung, ketika asetnya akan dijual untuk membayar hutang bank, pembeli justru menolongnya untuk bangkit membangun bisnis lagi. “Kami meyakini itu jalan Allah setelah pasrah pada ketentuan-Nya, menyadari kesalahan-kesalahan kami dalam mengelola bisnis,” terangnya.
Baca Juga
Advertisement
Dia memandang, ternyata bangkrut dalam berbisnis sebenarnya hal yang biasa saja, Sunnatullah. Leoni belajar banyak dari kegagalannya. Bisnis harus dibangun dengan sistem. Janganlah membangun bisnis yang melekat pada orang atau SDM. Sekali para talenta ini dibajak orang, bisnis langsung oleng. Begitu juga ketika desain produk dijiplak pihak lain, bisnis langsung ambruk.
“Jadilah pemilik bisnis, bukan jadi pebisnis. Apa bedanya? Pemilik bisnis mengembangkan usaha dengan sistem jadi usaha bisa bertumbuh tidak harus melekat pada orang,” ujarnya.
Sejak bangkit kembali, Azka Konveksi makin luas dipercaya merek muslim besar, setidaknya ada 10 brand yang digarap secara eksklusif. “Astra juga mengajarkan saya untuk selalu menjaga mutu dan amanah dalam kerahasiaan kerja sama (model, bahan dan desain),” ujarnya. Sayang Leoni tidak boleh menyebut siapa saja artis dan selebgram yang mempercayakan produksi fashionnya ke Azka Konveksi karena terikat kontrak kerja sama.
Baca Juga
Advertisement
Di tengah perkembangan teknologi dan media sosial Leoni pun manfaatkannya untuk mengembangkan bisnis-bisnisnya.Dia mengatakan sudah sejak tahun 2015 menggunakanmedia sosial, tapi belum seprofesional sekarang. Dia pun aktif mengikuti pelatihan dan seminar terkait media sosial dan teknologi dari para ahlinya, baik yang digelar lembaga khusus maupun marketplace. “Saya merekrut Gen Z, untuk memikirkan strategi media sosial. Kami dari Gen X ini fokusmembangun produknya. Saya tidak memaksakan diri mengelola sendiri untuk turut campur di media sosial, maka itu, anak pertama yang kelola tim media sosial,” terangnya.
Walau telah merambah ke sektor bisnis lain, Leoni tetap fokus mengelola bisnis fashion yang menjadi cikal bakal usahanya. Unit usaha Azka Konveksi masih menjadi cashcow bisnisnya, yang telah dipercaya banyak merek fashion muslim ternama, juga menjadi langganan korporat dan merek untuk pembuatan seragam, baju kasual dan kantoran. Di unit bisnis ini pun dia bisa mengembangkan lini usaha lain dari mesin khusus cek grade kain yang dimilikinya.
Hal lain yang dia teladani dari filosofi bisnis Om William, pendiri Astra adalah prinsip jangan beri umpan tapi kailnya dalam melakukan CSR atau aksi sosial. Maka itu ia memilih untuk kesejahteraan masyarakat sekitar dengan melibatkan ibu-ibu sekitar dalam bisnisnya.
Baca Juga
Advertisement
Leoni menggaet ratusan ibu-ibu di sekitar Ciomas menjadi binaan bisnis konveksinya. “Kami ajarkan prinsip kerja terstandar dan 5R. Maka itu meski ibu-ibu kampung yang mengerjakan, sulaman bunga di baju misalnya lompatan tiap jahitan dan lebarnya sama,” terangnya.
Kelebihan Leoni dalam memimpin orang, dia maksimalkan dalam mengembangkan bisnis. Menurutnya, penting sekali dalam berbisnis terus memotivasi, mengarahkan, mendorong orang lain untuk menerapkan yang kita arahkan dan berbuat lebih baik.
Baca Juga
Advertisement
Ancaman Fashion dari Tiongkok
Leoni memahami saat ini industri fashion di Indonesia di bawah ancaman produk fashion dari Tiongkok. Tak terkecuali produk fashion muslim. Harga murah dan banyak ragam menjadi ciri kekuatan produk dari Negeri Tirai Bambu yang bertebaran mudah diraih di berbagai marketplace itu. “Mereka kan fokusnya di mass product, nirunya tentu tidak detil, asal nyontek saja,” imbuhnya.
Dia mengakui saat ini cepat sekali produk yang sedang hits dicontek orang. Hal ini terjadi beberapa kali, salah satunya selepas Market Muslim Festival di Senayan beberapa tahun lalu, kala itu ada beberapa desain khusus hanya dia jual ke pelanggan setianya di gelaran itu saja. Tidak ada agen yang mendapat desain itu juga. Dua bulan kemudian desain itu sudah ada tiruannya dengan harga separuh dari harga Azka Fashion.
Baca Juga
Advertisement
“Saya yakin pelanggan setia Azka tidak akan tergiur harga murah. Mereka paham sekali dari kualitas bordirnya beda sekali, begitu juga cutting-nya tidak senyaman produk kami yang asli,” tandasnya.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Leoni, dicontek itu keniscayaan, tapi kita tidak harus ketakutan, karena produk massal tidak bisa senyaman produk yang dikerjakan dengan value. Perjalanan bisnisnya juga mengajarkan pentingnya mendaftarkan kekayaan intelektual. Maka itu dia telah mendaftarkan merek dan desainnya di HAKI. “Saya pernah mengalami keadaan pahit harus berurusan soal kekayaan intelektual ini 10 tahun lalu,” ujarnya.
Azka Fashion kini tidak lagi fokus ritel fashion, tapi lebih ke B2B, dengan menggarap merek lain, pesanan perusahaan dan menjadi partner bisnis bagi yang tertarik terjun di bisnis fashion tapi belum memiliki line produksi. “Ayo, yang mau bisnis fashion, bisa mulai dari modal Rp 50 juta, kami siapkan desainnya, line produksinya dan bahannya. Adek saya memang sekolah fashion, jadi dia banyak membantu saya membantu klien dalam mengembangkan desain,” ajaknya.
Astra Seperti “Ibu Kandung” bagi Leoni
Baca Juga
Advertisement
Mungkin terdengar berlebihan ketika Leoni menyampaikan kiasan ini. Dia punya alasan sendiri mengapa dia menganggap Astra seperti “Ibu Kandung” baginya. Setelah mengenal Astra melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) dengan menjadi UMKM binaan pada 2002, bisnis Leoni makin terarah.
“Saya pernah ditipu, dihipnotis, dan bangkrut, harus memulai dari awal lagi. Saya rasa karena bisnis saya tidak berkah,” ujarnya. Walau begitu, Leoni bisa melewati masa-masa sulit itu, bahkan bisnisnya berkembang ke bidang lain, tidak hanya di fashion muslim.
Menurutnya, itu semua karena dia banyak belajar dari Astra melalui para pendamping di YDBA. Kuncinya, dalam berbisnis visi harus kuat. Seberat apa pun kondisinya, jatuh pun akan bangkit lagi.
Baca Juga
Advertisement
“Setelah bangkrut, saya mendefinisikan lagi visi bisnis. Visi bisnis kami sekarang adalah bersama-sama bekerja meraih berkah menuju Surga-Nya,” tegasnya. Kesannya terlalu “berat” untuk diwujudkan tapi Leoni meyakini dalam pengalamannya, karyawan yang tidak sefrekuensi dengan visi ini akan keluar dengan sendirinya.
“Astra juga mengajarkan saya dalam berbisnis harus punya tujuan yang jelas, dengan menggembleng saya melalui basic mentality. Salah satunya dengan benchmark ke Jepang bersama YDBA,” jelasnya. Basic Mentality merupakan dasar yang harus dimiliki oleh UMKM binaan YDBA untuk berkembang. Semangat untuk berubah, saling menolong, menguatkan komitmen, dan konsisten, menjadi hal yang penting yang dibangun YDBA untuk UMKM binaannya. Kebiasaan tilawah, sholat dhuha setiap pagi, sholat wajib begitu adzan berkumandang, menjadi kegiatan basic mentality dalam perusahaan Leoni sekarang.
Baca Juga
Advertisement
Tambahan lain, Leoni juga secara rutin mendapat pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kemampuan teknis, hardskill, softskill, manajemen bisnis, kepemimpinan, Budaya kerja 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin).
“Kami diajarkan secara bertahap, “ngunyah” sedikit demi sedikit ini yang membuat saya suka menjadi binaan YDBA,” tambahnya. Menurutnya, dalam membangun bisnis adalah menghasilkan produkterbaik dan menghadirkan konsep berbeda
Bukit Air Resto, misalnya, salah satu bisnis kulinernya dibangun menggunakan konsep “kampungan” mulai dari makanan, alat makan hingga pelayannya. Alat makannya yang digunakan contohnya dengan piring kaleng jadul. “Jadi kami menghadirkan Sunda Otentik,” ujar Leoni. Selain itu makanan dan minuman diberi nama unik, yang menarik penasaran pengunjung. Misalnya, minuman jus dengan nama Buricek dan Burinong, yang kesannya kampungan sekali,
Baca Juga
Advertisement
Menariknya konsep resto seperti ini disambut ramai masyarakat, Bukit Air Resto yang didirikan pada tahun 2011 justru mendapat sambutan saat pandemi Covid, dengan protokol kesehatan yang ketat, resto ini masih ramai dan bertumbuh. “Resto dengan konsep alam terbuka sangat diminati ketika pemerintah mulai memberi kelonggaran bergerak saat pandemi Covid,” jelasnya.
Konsep unik lain dia kembangkan di resto lain bersama putri pertamanya, yaitu Kikuriku House. Resto ini dibangun dari sebuah rumah terbengkalai yang posisinya di sebelah rumah tinggal Leoni di Ciomas Bogor. “Hampir seperti rumah hantu sebenarnya karena sebagian besar bangunan rusak, tapi justru ini kami pertahankan, kami perkokoh saja supaya aman, jadilah kedai kopi dengan Gibli five, resto ini kerap viral, selalu ramai karena jadi tujuan para Gen Z dan Gen Alpha,” terangnya.
Dalam pandangannya, membangun bisnis resto itu selain rasa yang enak, kuncinya benchmark yang tepat. Dia mencontohkan, ketika akan membangun Kikuriku House, benchmark dilakukan ke berbagai resto di Bandung. “Ini merupakan penerapan prinsip yang diajarkan YDBA yaitu Amati, Tiru dan Modifikasi.. Mulai dari makanan, rasa, dan harga untuk memenuhi target pasar yang kami akan sasar. Kukuriku menyasar Gen Z dan Gen Alpha yang cenderung FOMO (fear of missing out),jadi harus benckmark-nya ke resto-resto yang hitz lalu diperbaiki dan modifikasi,” jelasnya.
Baca Juga
Advertisement
Leoni menegaskan, walau bisnisnya dibangun di kampung, dia tetap menerapkan manajemen yang rapi dan struktur organisasi yang jelas. Pelajaran penting ini dia dapat dari Astra melalui YDBA, Kini Leoni sudah melibatkan anak pertamanya dalam bisnis. Putrinya Azka, kini yang mengelola Kikuriku House dan Baswara Wedding Organizer (WO).
Cek berita teknologi, review gadget dan video Gadgetdiva.id di Google News. Baca berita otomotif untuk perempuan di Otodiva.id, kalau butuh in-depth review gadget terkini kunjungi Gizmologi.id. Bagi yang suka jalan-jalan, wajib baca Traveldiva.id.