Mengenal Chen Wei, Perempuan Di Balik Vaksin COVID-19 Cina

0
Dr. Chen Wei
Source: CGTN

Tahun 2017 lalu, film action patriotic berjudul “Wolf Warrior II” memecahkan rekor box-office Cina, sosok yang kurang menonjol secara tak terduga meninggalkan kesana yang kuat pada penonton. Seorang ilmuwan militer yang mengembangkan vaksin untuk virus mematikan yang menyebar ke seluruh Afrika, ia adalah Dr. Chen Wei.

Dr. Chen Wei
Source: CGTN

Setahun setelahnya, Dr. Chen Wei yang asli, dikirim dari Cina ke Sierra Leone untuk membantu negara Afrika melawan Ebola yang mematikan dan dengan vaksin sungguhan. Satu-satunya perbedaan yang nyata antara dirinya dengan sosok yang digambarkan dalam film, yaitu dia adalah Dr. Chen sesungguhnya.

Dilansir dari CGTN, Dr. Chen adalah seorang ibu, anak, istri sekaligus seorang jendral wanita di Tentara Pembebasan Rakyat Cina. Dia kembali menjadi sorotan setelah memimpin tim yang mengembangkan vaksin COVID-19 pertama di Cina.

Data menunjukkan hashtag dan postingan terkait # vaksin virus corona pertama Cina yang disetujui untuk uji klinis # telah dilihat lebih dari 520 juta kali dan lebih dari 127.000 komentar di platform media sosial seperti Twitter di negara itu, Weibo.

Chen dipanggil kembali ke Wuhan, episentrum virus satu hari setelah Tahun Baru Imlek, sekaligus menjadi reuni keluarga liburan terbesar di Cina. Dia dan timnya tidak menyia-nyiakan satu menit pun untuk bekerja di laboratorium darurat untuk penelitian dan pengujian. Hampir 50 hari kemudian, vaksin pertama siap untuk diuji klinis.

“Mengenakan seragam berarti semua ini adalah pekerjaan kamu dan saya ingin memberikan semua yang saya miliki untuk lab, untuk membawa harapan bagi orang-orang yang tinggal di daerah yang terserang virus,” kata Dr. Chen dalam sebuah wawancara dengna media pemerintah.

Mulai dari virus SARS, Ebola, hingga COVID-19 telah dilewatkan oleh perempuan berusia 54 tahun ini. Ia menghabiskan separuh hidupnya untuk memerangi virus yang mengancam.

Ketika SARS pecah di Cina pada 2013, Dr. Chen dan timnya mengisolasi virus dan segera mengidentifikasi penyebab penyakit tersebut. Untuk mengevaluasi keefektifan obat kandidat, dia menghabiskan 6-8 jam sehari bekerja di laboratorium yang disterilkan.

“Setiap kali sebelum saya pergi ke lab, saya berusaha untuk tidak minum atau makan dan terkadang saya memakai popok dewasa hanya untuk tinggal di dalam lebih lama,” kenangnya.

Suaminya mengatakan bahwa keluarganya telah berpisah dengannya selama hampir satu setengah tahun selama SARS. Jadi, ketika mereka diberi tahun bahwa gambar Chen ditayangkan dalam acara TV malam, anak laki-laki mereka melompat untuk mencium layar saat ibunya muncul.

Untungnya, nasal spray yang dikembangkan oleh Dr. Chen dan timnya pada saat itu telah mencegah sekitar 14.000 pekerja medis garis depan terinfeksi, menurut data.

Setelah SARS, wanita berwawasan luas ini berfokus ke Ebola, virus mematikan yang merenggut lebih dari 10.000 nyawa di seluruh dunia. Dr. Chen pernah menjelaskan bahwa “kami berada dalam jarak satu penerbangan dengan Ebola, jadi kamu harus mengambil tindakan dini.”

Pada 2015, dia dan timnya perig ke Sierra Leone dan memulai percobaan klinis tahap kedua. Setelah itu, uji coba dan kesalahan yang tak terhitung jumlahnya, vaksin tersebut terbukti aman dan efektif dan diberikan secara luas kepada staff yang ditugaskan untuk membantu orang-orang di Afrika.

“Cina adalah salah satu negara pertama yang benar-benar bertindak dan mengirim pasokan langsung ke negara kami,” kata Yvette Stevens, perwakilan tetap Sierra Loene untuk PBB di Jenewa.

“Pasokan medis, bentuan teknis. Sebut saja,” kata Paul Wolokollie Tate, perwakilan Liberia untuk PBB di Jenewa, mengomentari bantuan Cina dalam pertarungan.

Baca juga, Penemu Obat Antivirus Remdesivir yang telah mendunia


Cek berita teknologi, review gadget dan video Gadgetdiva.id di Google News. Baca berita otomotif untuk perempuan di Otodiva.id, kalau butuh in-depth review gadget terkini kunjungi Gizmologi.id. Bagi yang suka jalan-jalan, wajib baca Traveldiva.id.

Tinggalkan Balasan